Penulis: Nadya Yolanda.
Sebuah ketidak sengajaan, berjumpa dan kenal dengan sosok yang luar biasa dalam hidupku.
Kutipan Cerita Dari Abdul (Tokoh Pemeran Cerpen Karya Nadya Yolanda).
AKU DUDUK TERMENUNG. Menatap, hamparan lautan, menatap dengan penuh kekosongan. Menikmati desiran ombak yang menghantam bibir pantai.
Dengan membawa sebuah koper berisikan pakaian. Aku memutuskan untuk meninggalkan kota ramai ini, untuk pergi ke sebuah tempat yang kuyakini bisa merubahku menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Sambil menunggunya datang, aku memutuskan tuk sambil menulis sebuah kisah pertemuanku dengannya untuk pertama kali.
Kisah yang cukup indah, bersama dengan kenangannya.
Sarah. Wanita itu, pertama kali kulihat. Ia adalah sosok orang pertama yang berhasil menaklukkan hatiku dengan wajah manis, polosnya dan sikapnya yang lembut.
Sebuah ketidak sengajaan, berjumpa dan kenal dengan sosok yang luar biasa dalam hidupku.
Seiring berjalannya waktu, aku pernah berada di titik terendah, dimana aku menemukan jati diriku menjadi seorang manusia.
Menjadi pribadi sebagai seseorang yang benar-benar merasa hidup dan menikmati hidupku. Kini, tinggal selangkah lagi.
Aku berharap bisa hidup bersamanya dalam sebuah ikatan suci. Bersamanya tentunya.
Aku menghela napas berat, sambil menatap langit biru. Indahnya pemandangan ini, akan terkenang dalam memoriku.
“Abdul.” Suara lembut itu menyapaku, aku menoleh mendapatinya sudah berdiri tepat di belakangku.
Aku tersenyum menatapnya, memberinya isyarat untuk duduk di sebuah kursi di sebelahku.
“Hari ini, aku akan pergi, Sarah. Baik-baik di sini, ya.” Kataku, membuatnya terdiam.
Aku terpaksa meninggalkannya. Aku memutuskan untuk melanjutkan Studi ke luar Negeri. Demi menyetarakan derajat dengan Sarah, aku harus lebih bisa menjadi imam yang baik untuknya suatu saat nanti.
Meninggalkannya berlinang air mata, sendirian tanpa ada seseorang yang menemani hidupnya. Maafkan aku Sarah, aku janji aku akan segera kembali padamu. Gumamku dalam hati.
Matanya yang basah, dengan isakkan tangis yang menyayat hatiku. Aku berjalan meninggalkannya di pinggir pantai seorang diri. Tanpa berani menoleh untuk menatap wajahnya. Sungguh, menatapnya dengan penuh kesedihan membuatku tidak bisa menahan diriku untuk memeluknya. Sekali lagi, maafkan aku Sarah.
“Abdul… jangan pergi,” lirihnya.
Aku menunduk berjalan sambil menahan kesedihanku, tanpa pernah menatapnya kembali.
(***)
Pagi itu, di belakang gedung sekolah dengan sebatang rokok yang menyala di antara jari telunjuk dan jari tengahku. Asapnya yang mengepul karena ku hisap dan ku hembuskan ke udara cukup menenangkanku pagi ini. Sebatang rokok di pagi hari setidaknya bisa membuatku sedikit tenang pagi ini. Gumamku.
“Abdul, ayo masuk kelas. Sepertinya bapak Gufron mau masuk,” ajak seorang temanku.
“Duluan saja, aku akan menyusul nanti,” sahutku singkat.
Selang tak berapa lama ia beranjak, aku pun mematikan sisa rokok yang masih menyala dan langsung menyusulnya.
Dengan baju pendek yang ku gulung sampai kelihatan bahu, kalung rantai yang ada di leherku serta beberapa gelang karet yang ada di tangan kananku. Membuat penampilanku terlihat sangat semerawut.
Bel tanda masuk berbunyi, aku yang masih di perjalanan menuju kelas berjalan dengan santai melewati ruang kantor.
Aku menoleh, ke arah ruang kantor tersebut. Langkahku terhenti seketika, saat aku mataku terpaku, menatap sesosok yang ada di dalam ruangan tersebut. Seperti bidadari tanpa sayap yang turun dari kayangan.
Siapakah gerangan sosok yang sedang berbincang itu? nampak asing di mataku!
“Heih, apa yang sedang kamu lihat!” tegur seorang guru yang melihatku berhenti di depan kantor.
“Tidak ada, ini saya mau ke kelas,” sahutku santai.
“Abdul, Abdul. Bikin geleng kepala saja penampilan kamu.”
“Bukan urusan bapak,” sahutku beranjak meninggalkannya.
Aku berjalalan menyusuri koridor sekolah, dengan tas ransel yang hanya bagian kanan saja yang kupakai. Berjalan menuju ruang kelas yang sangat membosankan bagiku.
Andai saja bukan ibuku yang menyuruhku ke sekolah, aku mungkin sudah memilih nongkrong di sebuah warung kopi saat ini.
“Sudah jam berapa ini, kenapa kamu baru datang?”, ketus seorang guru saat melihatku berjalan masuk ke kelas tanpa permisi.
BERSAMBUNG…
*(Penulis merupakan Mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda, Kaltim. Fakultas Syariah Progam Studi Hukum Tata Negara.)
Penulis To Sahabat Cerpen:
Haiii Sahabat Cerpen 😇, bagaimana cerpenku. Udah baper belum?. Ini Cerpen memang diambil dari kisah Romance. Tetapi seru banget. Banyak banget motivasi yang terkandung. Apalagi di pemeran tokoh Abdul lumayan bebal banget orangnya. hehe Nantikan yaa episode berikutnya.
Note: Maaf ya, Cerpen ini aku sambil menyambut tamu nih. Maklum masih nuansa lebaran. Ohh iya, Minal Aidzin Wal Faidzin ya wan kawan.🙏😇