Ratusan Massa Aksi PMII Se-Kota Samarinda bersama FGSS mengeruduk Balai Pemerintah Kota Samarinda, pada Rabu (24/8/2022) pukul 10.00 Wita.(Topan Setiawan/Times Kaltim)
Timeskaltim.com, Samarinda – Ratusan massa aksi yang terhimpun dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Samarinda bersama Forum Gabungan Supir Samarinda (FGSS) menggelar demontrasi di depan Kantor Balai Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda, pada Rabu (24/8/2022) pukul 10.00 Wita.
Aksi tersebut dipicu adanya, kebijakan pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, sehingga ratusan sopir truk melancarkan aksi untuk menduduki, Balai Kota Samarinda disebabkan kesulitan mendapatkan solar bersubsidi.
Tak hanya itu, merujuk pada Surat Edaran (SE) Wali Kota Samarinda Nomor 530/0807/10005 yang menyaratkan pelayanan BBM solar subsidi menggunakan “Fuel Card” harus tetap berpihak terhadap masyarakat.
Namun massa aksi menilai hal tersebut, secara realitas di lapangan KIR menjadi bagian prasayarat sistem yang sangat berbelit-belit dan menyulitkan masyarakat.
Wakil Ketua II PMII Samarinda, Ahmad Naelul Abrori membenarkan pernyataan tersebut. Ia menilai, aksi tersebut merupakan bagian dari tugas dan fungsi mahasiswa, untuk mengevaluasi kinerja pemerintah yang begitu menyulitkan sebagian masyarakat Kota Samarinda. Terkhusus para sopir truk.
“PMII akan tetap kritis terhadap permasalahan yang ada di tengah warga. Permasalah sopir truk ini selaras dengan perjuangan kami. Terlebih ada isu pemerihtah akan menaikkan harga BBM bersubsidi. Ini jelas memberatkan di tengah perekonomian yang belum pulih,” ungkapnya saat kepada Timeskaltim.com.

Abror juga menyinggung, adanya mafia solar yang kian hari mulai menjamur di Kota Samarinda. Ia menambahkan, subsidi SPBU jenis solar yang diberikan pemerintah juga tak dilakukan secara selektif dan merata.
“Kasus BBM ini, kami menyikapi pertama, berbicara terkait mafia dan para pengentap solar yang mulai menjamur. Persoalan ini muncul karena kurangnya pengawasan oleh pemerintah dan aparat penegak hukum,” bebernya.
“Kedua, pemerataan subsidi yang diberikan juga tak dilakukan secara merata. Misalnya, truk yang sudah kropos (tak layak pakai-red) tetap diberikan subsidi ketimbang truk yang masih kuat dan prima. Seharusnya, truk yang tak layak pakai ini tidak boleh di subsidi dan diprioritaskan kepada truk yang masih bagus,” tambahnya.
Lanjut dia, tak hanya itu, bahkan persoalan ini juga memunculkan kasus malapraktik yang dilakukan oleh para calo di SPBU, sehingga menjadi persoalan yang meresahkan bagi masyarakat setempat.
“Kemudian ketiga, ada calo-calo di SPBU. Dari yang kami temui berdasarkan kesaksian sopir truk, di SPBU Jalan M Yamin itu ada calo yang ketika dibayar dengan nominal Rp50 ribu, dia bisa meloloskan truk itu dari antrian. Padahal di sana ada polisi yang berjaga. Ini membuktikan pengawasan dilakukan tidak serius,” tegasnya.
Terpisah, Ketua Gabungan Sopir Dumb (GSD) Samarinda, Rusdi menegaskan, terkait sikap adanya kelangkaan SPBU jenis Solar yang sangat menyulitkan para sopir truk. Ia menjelaskan, kelangkaan tersebut disebabkan kurangnya terminal SPBU di Kota Samarinda.
“Seperti saat ini, SPBU di Jalan APT Pranoto tak menjual solar dan di tempat lainnya juga. Ini yang memicu para sopir truk mengantri di satu titik, sehingga menyebabkan macet di sekitar SPBU itu. Kami mengharapkan adanya perhatian dari pemerintah untuk memperbanyak izin SPBU dan meminta mendistribusi pasokan Solar lebih banyak lagi,” lugasnya. (Wan)