PariwisataSamarinda

Monumen Siluet Pesut Samarinda Tuai Kritik, Akademisi dan Aktivis Soroti Esensi dan Desainnya

211
×

Monumen Siluet Pesut Samarinda Tuai Kritik, Akademisi dan Aktivis Soroti Esensi dan Desainnya

Sebarkan artikel ini
Monumen siluet Pesut yang curi perhatian masyarakat Samarinda. (Hasbi/Times Kaltim)

Timeskaltim.com, Samarinda – Berdiri melengkung dengan balutan warna merah muda di simpang empat Lembuswana, Monumen Siluet Pesut Mahakam yang baru saja diresmikan menuai beragam komentar dari masyarakat.

Salah satunya Eka Yusriansyah, Akademisi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Mulawarman (FIB Unmul) yang menyoroti monumen ini dari sudut pandang seni.

Menurutnya, estetika seni dapat dinilai melalui tiga perspektif utama: unity (keutuhan), complexity (kerumitan), dan intensity (gagasan atau pesan yang disampaikan).

“Dari sisi keutuhan, monumen ini tidak tampak seperti pesut. Sedangkan dari kerumitan dan pesan yang disampaikan, hanya segelintir masyarakat yang mampu memahaminya,” ujar Eka kepada Timeskaltim.com, Selasa (7/1/2025).

Eka menegaskan bahwa seni yang baik adalah seni yang mampu berinteraksi dengan masyarakat. Jika tujuan monumen ini adalah untuk mengedukasi dan melestarikan Pesut Mahakam sebagai hewan endemik yang terancam punah, ia menilai monumen ini justru gagal.

“Alih-alih mengenalkan dan melestarikan, monumen ini malah mengaburkan keberadaan pesut dari ingatan kolektif masyarakat,” tegasnya.

Seniman Lokal Tak Dilibatkan

Ia juga menilai, bahwa seniman lokal Kaltim yang bertalenta dan profesional kurang dilibatkan dalam proyek desain tersebut. Pasalnya, anggaran sebesar Rp1,1 miliar seharusnya bisa dioptimalkan untuk menghasilkan desain yang lebih estetis, edukatif, dan mencerminkan nilai lokal.

“Saya mau bilang, monumen pesut ini gagal menjangkau selera dan pemahaman masyarakat. Selain itu, monumen tersebut justru semakin mengerdilkan citra pesut, baik dari bentuk dan populasinya,” tambahnya.

Kritik serupa juga datang dari aktivis perempuan Samarinda, Siti Nurul Hajirotul Qudsiyah. Ia menyebut desain monumen ini terlalu jauh dari bentuk asli Pesut Mahakam, yang dikenal sebagai mamalia air menyerupai lumba-lumba.

Dinilai Ambigu

“Ikon Pesut ini jangan sampai ambigu dilihat masyarakat. Sehingga, butuh dijelaskan secara berbelit-belit kepada masyarakat,” ujar Nurul.

Selain bentuk, ia juga menyoroti aspek estetika lingkungan di sekitar monumen. Menurutnya, penambahan elemen seperti taman bunga alami di sekitar monumen bisa mempercantik area tersebut sekaligus memberdayakan dinas terkait untuk merawatnya.

“Monumen ini masih perlu banyak evaluasi agar tidak mengecewakan masyarakat. Penambahan tanaman akan memberikan sentuhan estetis dan lebih memberdayakan dinas-dinas terkait dalam menjaganya,” terangnya.

Diakhir, demisioner Ketua Kopri Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) cabang Samarinda ini membeberkan, alokasi anggaran proyek 1,1 miliar itu seyogianya harus bisa memenuhi ekspektasi masyarakat Kota Tepian.

Telan Angka Fantastis 

“Rasa-rasanya masyarakat masih bertanya-tanya, apa intisari dan nilai seni dari program pak Wali Kota Andi Harun itu,” pungkasnya.

Diketahui, Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) menggelontorkan anggaran sebesar Rp 1,1 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Dengan berbahan baja setinggi 8 meter dan dilapisi kabel plastik daur ulang, desain tugu ini menggambarkan siluet Pesut Mahakam, mamalia air tawar khas Sungai Mahakam yang hampir punah. Namun, karena bentuknya yang dinilai tidak menyerupai Pesut Mahakam menimbulkan kekecewaan di kalangan warga.(Has/Bey/Wan)