Opini

Ketakutan Dunia Organisasi: Kolektivitas Atau Individualitas

76
×

Ketakutan Dunia Organisasi: Kolektivitas Atau Individualitas

Sebarkan artikel ini

Oleh: Topan Setiawan, S.Sos.

PENGALAMAN yang dapat dikomparasikan dengan teori Komunikasi Multikultural adalah dengan berlandaskan teori budaya individualis (komunikasi konteks rendah/To the point) dan budaya kolektivitas (Komunikasi Konteks Tinggi/Menjaga Harmoni kelompok). 

Diperkuat pula, dengan teori empat dimensi variabilitas budaya Hofstede. Namun, dalam hal ini terfokus dalam satu variebilitas. Yaitu Penghindaran Ketidakpastian.

Organisasi Kolektivitas Versus Organisasi Individualis

Berdasarkan, teori yang dipaparkan William B. Gudykunts dan Young Yun Kim dalam bukunya “Comumunicating With Strangers”, teori budaya individualis cenderung membangun komunikasi terhadap kepentingan bisnis atau keuntungan semata. Berbeda, dalam dunia budaya kolektivitas yang cenderung terhadap keharmonisasian dalam kelompok. Pengalaman yang dirasakan penulis adalah ketika berhadapan dengan organisasi kepemudaan dan organisasi kemasyarakatan. Tetapi, tak menutup kemungkinan. 

Budaya Individualis dan Budaya Kolektivitas

Apabila, sebagian kemasyarakatan juga menerapkan konsep kekeluargaan dalam menjalankan keoorganisasian kemasyarakatan. Dalam kelompok keorganisasiaan berbasis kaderisasi, konsep kekeluaargaan dibutuhkan dalam membangun ikatan emosional secara kelompok. Hal ini digunakan sebagai sarana media untuk membangun kepercayaan dan budaya militansi terhadap organisasi. 

Namun, dalam penerapan organisasi kemahasiswaan sangat kental terhadap budaya indvidualis. Sebab, dalam menggagaskan argumentasi kepada kelompok organisasi kepemudaan. Individualis, akan mengutarakan pendapat pribadi. Dalam Budaya individualis, sangat diperkenankan untuk menyampaikan pandangan berbeda, agar dialetika kritis pun dapat tercipta dalam forum-forum diskusi. 

Bahkan, sebaliknya, budaya individualis akan menilai seorang karakter tak memberikan pandangan pribadi, dicanangkan sebagai karakter yang lemah. Sehingga, isu konflik secara internal mapun eksternal akan dibahas secara terbuka.

Komunikasi Variabilitas Budaya Hofstede

Berbeda hal apabila dalam budaya kolektivitas. Isu yang disebabkan konflik yang berkelanjutan, akan dibahas secara tertutup. Sebab, kelompok penerapan budaya ini, akan cenderung terhadap keharmosasian kelompok ketimbang menciptakan anti-tesis untuk menciptakan formula sintesis (tesis baru). Sehingga, tak menutup kemungkinan pendapat pribadi yang berbeda akan dinilai buruk. 

Namun, dalam organisasi kemasyarakatan, kepentingan pribadi berbalut kepentingan kelompok pun banyak ditemukan. Sehingga, teori kamuflase William B. Gudykunts pun tak relevan apabila ada pencampuran kepentingan dalam variabilitas budaya kolektivitas.

Kemudian, teori variabilitas budaya Hofstede. Dalam hal ini, Penghindaran Ketidakpastian. Dibedakan menjadi Penghindaran Ketidakpastian Tinggi dan Penghindaran Ketidakpastian rendah. 

Penghindaran Ketidakpastian Tinggi

Dalam siklus pembacaan Penghindaran Ketidakpastian Tinggi, pandangan kelompok dalam melihat sebuah perbedaan adalah suatu Bahaya atau ancaman dalam kelompok. Sehingga, kelompok ini adalah demensi budaya kolektivitas. 

Penulis pun merasa pengalaman yang dirasakan ketika berada di dalam ruang lingkup organisasi kemasyarakatan berjenis keagamaan. Akan, dipandang sebagai suatu ancaman yang begitu membahayakan kelompok. Hal tersebut terlihat, ketika penulis menyampaikan argumentasi yang berbeda daripada keinginan keputusan dalam kelompok. 

Sehingga, pandangan forum akan tercipta inklusif dan cenderung argumentatif satu pandangan. Ini dapat diartikan sebagai imperiumnitas atau otoritatif intelektualitas.

Penghindaran Ketidakpastian Rendah

Berbeda hal ini, apabila kelompok individulis akan menilai perbedaan adalah sebagai sebuah penumbuh rasa penasaran & tantangan baru. 

Penulis menemukan, variablitas budaya individualis pun terlihat, ketika berada di organisasi berbasis kemahasiswaan (pemuda). Perbedaan, akan terlihat dan menciptakan warna-warni dialektika diskusi. Tentunya, cenderung memiliki pandangan secara komprehensif (menyeluruh). Hal ini disebabkan, pandangan pribadi diterima sebagai respon gagasan terhadap pandangan pribadi lainnya.

Titik kelemahan Teori Keduanya

Walaupun demikian, penulis pun merasakan terdapat kelemahan dalam titik teori keduanya. Dalam komunikasi budaya individualis. Akan cenderung menuai banyak konflik terhadap kelompok. Ini terlihat dalam pengamatan penulis, menyoroti sebagian organisasi kepemudaan/kemahasiswan mengalami degradasi Sumber Daya Manusia (SDM). 

Pengalaman traumatik akan dialamai tiap karakter seseorang. Apabila, tak dibarengi dengan konsep kematangan kaderisasi. Alhasil, kelompok yang menerapkan Variabilitas budaya individualis, akan menciptakan egosentrisme kelompok. Sebagiannya lagi, akan menjadi sosok berkarakter lemah atau cenderung menghidar dari macam konflik. Sama halnya, komunikasi varibilitas kolektivitas. 

Manajemen isu yang dihadapi oleh kelompok budaya kolektivis, cenderung akan berpotensi ke dalam persoalan misskomunkasi. Hal ini disebabkan, karena adanya budaya eksklusiftas (tertutup), yang akhirnya menciptakan kerajaan baru dalam kelompok.(*)

*Penulis merupakan seorang jurnalis sekaligus mahasiswa Pascasarjana UINSI Samarinda.

Note: Note: Semua Isi dan Topik Artikel/Opini yang diterbitkan, merupakan tanggung jawab penulis (pemasang).