Opini

Fenomena Asimilasi Bahasa di Kalangan Generasi Muda Indonesia

97
×

Fenomena Asimilasi Bahasa di Kalangan Generasi Muda Indonesia

Sebarkan artikel ini

Oleh: Tiara Mawar

Secara epistemologi multikulturalisme merupakan kata yang berasal dari kata “multi” (banyak), “kultural” (budaya), dan “isme (aliran/paham). Multikulturalisme yang terdapat di Indonesia lebih menekankan pada hubungan antar budaya, dengan pemahaman bahwa keberadaan suatu budaya harus memperhitungkan keberadaan budaya lain, hingga pada akhirnya muncul gagasan kesetaraan, toleransi, saling menghormati, dan lain-lain. 

Salah satu dari banyaknya perbedaan budaya di Indonesia ialah bahasa. Bahasa merupakan salah satu pilar penting dari sebuah negara, bahasa yang dipakai oleh masyarakat sehari hari merupakan salah satu identitas dari negara itu sendiri.

 Di era globalisasi ini dengan maraknya budaya asing yang masuk melalui sosial media, menjadikan terjadinya pertukaran kebudayaan dari budaya asing yang dinamakan Asimilasi. Asimilasi yang sangat terlihat perubahannya pada masyarakat sekitar yaitu, bahasa sehari-hari yang sudah mulai berubah terutama pada generasi milenial.

Proses asimilasi biasanya terjadi atas perpaduan kebudayaan, baik antar dua kebudayaan maupun lebih. Asimilasi seringkali terjadi karena adanya interaksi secara terbuka dari masing masing individu dengan kebudayaan yang berbeda, hal ini juga bisa menjadikan dua kebudayaan menjadi satu tanpa adanya unsur paksaan di dalamnya.

Kasus yang sedang terjadi pada era globalisasi ini adalah maraknya asimilasi bahasa yang dibawa oleh luar negara Indonesia. Hal tersebut didukung faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi motivasi individu untuk mempelajari bahasa baru. Faktor eksternal meliputi pengaruh dari lingkungan sosial, budaya bahkan dari pengaruh media dan teknologi seperti film, series, dan musik. Contohnya pada penggunaan kata “Annyeong” “Gomawo” “gwenchana” dan lain sebagainya yang berasal dari Negara Korea. 

Dimana hal ini dapat terjadi atas ketertarikan individu saat menonton drama korea, atau hal-hal yang berkaitan dengan budaya korea. Kemudian diimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain bahasa korea, sebagian masyarakat Jakarta Selatan juga mengalami asimilasi bahasa yang biasanya di juluki “bahasa Jaksel” Bahasa Jaksel merupakan penggunaan campuran bahasa antara bahasa indonesia dan bahasa Inggris. Contohnya “ini literally bagus banget” dan bahasa Jaksel ini menjadi bahasa normal di kalangan milenial saat ini. 

Hal-hal yang dianggap kecil seperti ini tanpa disadari masyarakat luas, menjadikan bahasa Indonesia semakin jarang dibanggakan bahkan dapat memudarkan bahasa daerah dibandingkan dengan bahasa-bahasa yang sedang trend digunakan sekarang. 

Namun selain berdampak negatif, asimilasi bahasa dapat memberikan pengetahuan bahasa dimana hal tersebut dapat digunakan untuk mencari relasi pertemanan, dan kesempatan kerja. Proses asimilasi bahasa ini sangat merambat pesat dikarenakan dukungan dari era digitalisasi yang sedang berkembang sekarang. 

Walaupun tanpa harus berinteraksi dengan orang-orang di luar, masyarakat yang aktif menggunakan sosial media akan cepat mendapatkan informasi tentang bahasa atau kosakata apa saja yang sedang trending di kalangan masyarakat milenial.

Masuknya fenomena asimilasi bahasa di Indonesia melalui media sosial dan teknologi dapat menimbulkan dampak negatif. Salah satunya seperti hilangnya ciri khas budaya asli Indonesia yaitu bahasa daerah dan digantikan oleh budaya berbahasa asing. 

Banyak sekali lagu dan bahasa daerah yang sangat bagus dan layak untuk dipopulerkan alih alih memilih mempopulerkan budaya asing. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat Indonesia agar tetap memperkuat integrasi sosial dan nasional tanpa mengorbankan kebudayaan asli.

*Penulis merupakan Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Fisipol Universitas Mulawarman

Semua isi dan topik artikel/opini yang diterbitkan, merupakan tanggung jawab penulis.