DPRD Kota SamarindaSamarinda

Ricuh! Rapat Penyelesaian Upah Pekerja Teras Samarinda, Berujung Tangisan dan Botol Melayang

280
×

Ricuh! Rapat Penyelesaian Upah Pekerja Teras Samarinda, Berujung Tangisan dan Botol Melayang

Sebarkan artikel ini
Suasana ricuh rapat terkait penyelesaian upah pekerja Teras Samarinda Tahap I di Kantor DPRD Samarinda, Kamis (27/2/2025). (Berby/Times Kaltim)

Timeskaltim.com, Samarinda – Rapat antara Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRCPPA) Kalimantan Timur dengan pihak Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) serta DPRD terkait penyelesaian upah pekerja Teras Samarinda Tahap I diwarnai ricuh.

Nampak salah satu peserta aksi yang juga istri dari seorang pekerja Teras Samarinda meneteskan air matanya dengan histeris akibat tuntutan yang mereka bawa tak kunjung mendapatkan titik terang.

Tak hanya itu, salah satu anggota dewan yang mengikuti rapat juga tersulut emosi dengan melemparkan botol air mineral ukuran tanggung dan kotak makanan ke dinding tepat di belakang pihak Dinas PUPR.

Anggota dewan tersebut ialah Abdul Rohim, selaku Anggota Komisi III DPRD Samarinda. Ia merasa prihatin terhadap nasib puluhan karyawan yang tak mendapatkan haknya.

“Ini bukan hanya tentang uang, tapi soal kesehatan, pendidikan, tempat tinggal. Ini jadi berlarut-larut, ini yang buat saya kesal,” ujarnya dengan muka yang memerah, Kamis (27/2/2025).

Sungguh ironi, katanya, bahwa Teras Samarinda yang seharusnya menjadi ikon kebanggaan kini justru mengingatkan pada tragedi keterlambatan pembayaran upah.

“Jangan sampai Teras Samarinda yang menjadi kebanggaan kita malah mengingatkan akan tragedi upah yang tak dibayar. Saya juga minta maaf atas kegaduhan yang terjadi, apalagi kondisi ibu-ibu ini sangat prihatin, tidak lazim Samarinda disebut sebagai Kota Peradaban,” tegas Abdul Rohim.

Sementara itu, Kabid Cipta Karya Dinas PUPR Kaltim, Andriyani, mengungkapkan bahwa pihaknya juga mengalami tekanan dari berbagai pihak terkait pembayaran upah pekerja.

“Terus terang, di luar ini kami banyak dituntut di kantor. Banyak pekerja lain yang datang menagih, jadi bukan hanya di sini saja,” jelas Andriyani.

Menurutnya, Dinas PUPR Kaltim telah menjalankan prosedur sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku. Namun, tetap saja ada anggapan bahwa pihaknya lepas tangan dalam menyelesaikan persoalan ini.

Lebih lanjut, Andriyani mengungkapkan bahwa pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk menalangi pembayaran upah pekerja karena ada batasan aturan yang mengikat.

“Mohon maaf, tetapi jika ditanya kapan bisa dibayar, itu bukan wewenang kami. Kalau masalah menalangi, kami dibatasi aturan. Harus jelas kontraknya antara usaha dan pekerja. Di luar kewajiban kami, karena secara administrasi dan hukum tidak ada,” katanya.

Ketegangan semakin memuncak ketika dewan yang lainnya turut bersuara, diantaranya Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Mohammad Novan Syahronnie Pasie. Dirinya menyebut jika kehadiran pihak Dinas PUPR seharusnya membawa solusi, bukan sekadar perwakilan.

“Saya tidak menuntut ibu hadir di sini untuk menggadaikan SK, makanya saya minta Ibu Kepala Dinas yang hadir. Karena tidak bisa hanya menjadi perpanjangan tangan, tapi bertanggung jawab untuk memberi solusi,” ucap Novan.

TRCPPA Kaltim melalui Sudirman menyesalkan bahwa dalam pertemuan ini, pemerintah tidak menghadirkan pihak yang benar-benar memiliki kewenangan untuk menyelesaikan masalah.

“Sebetulnya, ketika duduk di sini tadi, saya sudah pesimis karena lagi-lagi dari pemerintah yang hadir bukan orang yang tepat,” tutur Sudirman.

Dirinya menyesali, bahwa pihak perusahaan tidak dapat ditemui. Namun, hanya bisa ditemui oleh pemerintah. Tentu hal ini penting untuk melibatkan masyarakat ataupun wakil rakyat.

“Kami bukan lembaga anarkis, kami hanya ingin permasalahan ini diselesaikan, kami akan usut tuntutan Rp36,9 miliar itu. Sebab, kemegahan Teras Samarinda tidak sebanding dengan nilai perjuangan para pekerja yang membangunnya,” tutupnya. (Bey)

error: Content is protected !!