Timeskaltim.com, Samarinda – Bayi berusia enam bulan asal Kecamatan Muara Badak, Kutai Kartanegara (Kukar) dinyatakan meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abdoel Wahab Sjahranie (AWS) Samarinda, lantaran diduga lambatnya penanganan yang intensif dari pihak rumah sakit.
Kejadian tersebut bermula saat bayi mengalami sakit Muntaber, pihak keluarga akhirnya membawa ke RSUD A.W Sjahranie Samarinda, mengingat bahwa kondisi bayi yang memerlukan perawatan intesif serta lokasinya yang jauh dari fasilitas kesehatan yang memumpuni.
Kronologis Kematian Bayi
Muhammad Yamin menjelaskan bahwa, sebelum ia dan keluarga membawa bayi tersebut menuju RSUD A.W Sjahranie, pihaknya lebih dulu memeriksakan keadaan bayi di Klinik yang berada di Kecamatan Muara Badak, namun pihak Klinik menyarankan untuk dibawa ke rumah sakit terdekat dan lengkap fasilitasnya, sebab kondisi medisnya yang mengkhawatirkan.
“Karena jaraknya lebih dekat ke Samarinda, akhirnya kami bawa ke Samarinda, sebelumya sempat di RSIA Qurata Ayun karena kondisinya yang lemas, akhirnya kami disarankan ke RSUD AWS, karena lengkap disana katanya,” jelasnya, saat ditemui oleh wartawan Times Kaltim, baru-baru ini.
Selanjutnya, setalah sampai di RS AWS sekitar pukul 18.00 Wita, sang bayi langsung dibawa ke Instalasi Gawat Darurat RS AWS dan ditanyai soal kondisi bayi. Namun setelah berada di IGD pihaknya melihat sang bayi belum juga mendapatkan penanganan.
“Kenapa pasien belum ditangani, ini pasien lemas,” ucapnya.
Tak lama berselang akhirnya perawat datang, dan mencoba memasang selang infus namun tidak berhasil. Hal demikian dikarenakan tidak ditemukan nya pembulu darah pada tangan bayi, akhirnya perawat meminta untuk keluarga untuk menunggu dokter spesialis anastesi.
“Sekitar lima menit sudah, akhirnya saya tanyakan lagi soal penanganan lajutanya. Tapi kami tetap disuruh untuk menunggu dokter anastesi, karena dokter tersebut sedang ada oprasi,” lanjut Yamin.
Tidak sampai disini, setelah pihak keluarga akhirnya meminta untuk penanganan harus secapatnya dilakukan dengan meminta dokter spesialis anastesi lainya. Namun perawat mengatakan akan melakukan kordinasi lebih dahulu, dan pihak keluarga diminta untuk kembali menunggu. Sekitar tiga menit menunggu akhirnya Yamin kembali mendatangi petugas dan mempertanyakan soal penanganan sang bayi.
Praduga Lambat Penanganan
“Sudah sering saya tanyakan, jawaban perawatnya tetap disuruh tunggu sebentar, kondisi pasien saat itu masih ngedotkan, tidak lama datang perawat lain nya coba untuk pasang selang infus tapi gagal lagi karena tidak menemukan pembuluh darah,” katanya.
Ia juga terus mempertanyakan terkait gagalnya perawat untuk menemukan pembuluh darah pada bayi itu saat dalam melakukan penanganan. Pihak rumah sakit pun kembali mengatakan untuk menunggu sebentar pada pihak keluarga.
Hingga sekitar pukul 21.00 Wita karena tidak ada cairan yang masuk ke tubuh bayi dan hanya dipasangkan oksigen, akhirnya kondisi bayi melemah dan kritis.
“Pada saat kondisinya kritis ada dokter umum yang datang kemudian memompa jantung, dan disusul oleh dokter lainnya, akhirnya dokter tersebut bilang ke saya, mohon maaf pak ya kondisi anak sedang tidak baik, berdoa saja ya pak,” ucap yamin kembali.
“Kami percayakan pada pihak rumah sakit soal penanganan nya kami juga berdoa, namun sekita dua puluh menit mendapatkan penanganan kami dikabarkan kalau pasien meninggal dunia,” katanya dalam keadaan haru.
Di akhir yamin menyatakan bahwa ia dan keluarga yang terkejut mendengar kabar tersebut, dan mengaku keberatan atas keterlambatan penanganan tim medis di RS AWS itu, dan meminta laporan terkait kronologis penanganan nya.
“Kami minta kronologis berita acara untuk dibuatkan dan selanjutnya nanti akan kami tempuh jalur hukum,” pungkasnya.
Tanggapan RSUD AWS Samarinda
Dihubungi terpisah, Kepala Instalasi Hubungan Masyarakat (Humas) RSUD Abdul Wahab Sjahranie, Dr Arysia Andhina mengakui bahwa, masalah ini benar terjadi, dan pihak keluarga sudah mengajukan keberatannya.
“Pasien datang dengan keadaan dehidrasi karna muntaber dan sudah ditangani di IGD, kemudian pasien meninggal dunia. Pihak Keluarga sudah ada komplain ke pihak RSUD AWS dan sudah juga bertemu dengan direktur RSUD AWS yaitu Dr. David Hariadi Masjhoer, dan masalah ini akan ditindak lanjuti dan ditelusuri oleh manajemen RSUD AWS,” jelasnya dikonfirmasi wartawan Times Kaltim via WhatsApp, Senin (1/7/2024) siang.
Pemanggilan RSUD AWS
Bahkan, polemik tersebut juga mendapat tanggapan dari Anggota Komisi lV DPRD Provinsi Kaltim, Salehuddin. Ia sangat menyayangkan terjadinya kematian disebabkan, adanya dugaan lambat penanganan di RSUD AWS. Karena ia menilai bahwa, RSUD AWS merupakan rumah sakit rujukan terbaik yang ada di Kaltim, sehingga ini perlu menjadi evaluasi.
“Perlu di evaluasi kembali ini proses pelayanan, apakah memenuhi standar dan kaidah,” ungkapnya melalui sambungan telpon.
Ia juga meminta kepada pihak/direktur RSUD AWS, untuk segera melakukan proses evaluasi dan pembenahan, bahwa apakah pihak tenaga kesehatan ini sudah menjalankan tugas sebagaimana mestinya.
Dan meminta untuk Pemprov Kaltim hadir untuk melakukan upaya penyelesaian-penyelesaian terhadap kasus ini.
“Bisa dengan dipanggil manajemen rumah sakit, dan lakukan evaluasi agar kasus-kasus ini jangan sampai terjadi kembali, kita tau sendiri bahwa kasus dehidrasi pada bayi ini sangat rentan ya, karena prognosis relatif buruk sehingga perlu ada perhatian lebih khusus lagi.” tandasnya.
Sikap TRC PPA Kaltim
Sementara itu, Ketua Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Rina Zainun, mengungkapkan, bahwa UGD merupakan garda terdepan di rumah sakit yang melakukan tindakan cepat, untuk pasien yang dalam keadaan kritis.
“Saya pribadi turut berduka cita atas kepergian bayi perempuan yang berusia enam bulan itu, karena seyogianya tanggal tiga Juli ini pihak keluarga berencana menggelar tasmiya, tapi justru kabar duka yang di dapatkan pihak keluarga. Jadi kerena keadaan nya kritis sehingga mereka datang ke UGD untuk ditangani dengan cepat, karena kalau tidak dalam keadaan darurat, kita bisa saja berobat ke klinik atau dokter praktek umum,” ungkapnya.
Menurutnya, rumah sakit ini, merupakan pelayanan jasa, sehingga sebuah keseharusan untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada pasien yang datang dalam keadaan darurat.
Kata Rina, pihak dokter atau perawat harus stand by dalam memberikan pelayanan pada jenis penyakit yang dialami oleh pasien bayi perempuan itu.
“Saya mendapatkan informasi dari pihak keluarga, kalau kurang lebih hampir tiga jam keluarga menunggu kedatangan dari dokter spesialis anistesi untuk menangani bayi ini, betul bahwa perawat sudah melakukan upaya namun agak kesulitan karena pembulu pada bayi untuk dimasukan cairan infus tidak ditemukan,” ucapnya.
“Hal demikian yang menjadi pertanyaan kita kan, apakah tidak ada perawat atau dokter lain yang bisa menangani hal ini, sebab tidak mungkin setiap hari pasien yang datang itu orang dewasa semua, sehingga rumah sakit sudah seharusnya bisa mengantisipasi,” lugasnya.
Diakhir Rina menegaskan, kasus ini bisa menjadi perhatian bagi pihak rumah sakit, untuk bisa meningkatkan pelayanan mereka dan menginstropeksi kinerja sehingga kasus ini tidak terjadi kembali. Seyogyanya, di dalam UGD harus disiapkan tim medis yang berkompeten dalam menangani jenis penyakit yang dialami oleh bayi.
“Harapanya ini harus menjadi perhatian kita bersama agar kasus-kasus seperti ini tidak terjadi kembali,” pungkasnya. (Has/Wan)