Timeskaltim.com, Kubar – Kastulani (47), sosok pria yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan, telah menunjukkan dirinya sebagai sosok pelaku seni busana adat Dayak di Kutai Barat (Kubar).
Berasal dari Kecamatan Muara Lawa, Kubar, Kastulani, membawa angin segar dalam desain baju tradisional, memadukan unsur kearifan lokal dengan sentuhan modern. Karyanya bukan sekadar baju adat biasa, melainkan cerminan kecintaannya pada warisan leluhur, dengan memanfaatkan bahan-bahan dari alam.
Latar Belakang Pria Berdarah Asli Dayak
Diceritakan, Kastulani, lahir pada 10 Juli 1977 di Desa Payang, Kecamatan Gunung Purei, Barito Utara, Kalimantan Tengah (Kalting), dirinya adalah keturunan asli suku Dayak, yang dimana ayahnya berasal dari suku Dayak Teboyan, sementara ibunya Dayak Bekumpay.
Sejak kecil, ia hidup dalam lingkungan yang kaya akan tradisi dan budaya, namun pendidikan formalnya tak menyentuh ranah seni. Kastulani hanya menamatkan pendidikan dasar di SDN 02 Lampeong Seberang, kemudian melanjutkan ke SMPN 01 di desa yang sama, sebelum akhirnya menyelesaikan pendidikan di MAN Muara Teweh.
Tak pernah mendapatkan pelatihan khusus dalam dunia desain, Kastulani mengaku bahwa bakatnya dalam menciptakan busana adat muncul secara alami.
“Endik tahu saya, karena timbul dengan sendirinya, karena senang aja dengan motif-motif dari warisan leluluh,” ungkap Kastulani saat dikonfirmasi oleh Timeskaltim.com, pada Rabu (25/09/2024).
Sejak Usia Remaja
Sejak usia 17 tahun, dirinya mengakui, telah memulai membuat desain baju adat Dayak dengan modifikasi modern menggunakan tangannya sendiri, mengikuti jejak sang kakek yang juga seorang seniman tradisional.
Saat ditanya tentang alasan mengapa tertarik untuk desain baju Khas Dayak Kalimantan.
Kastulani menjawab, tujuannya untuk melestarikan seni dan budaya Dayak yang kian tergerus modernisasi. Dalam setiap karyanya, ia selalu menggunakan bahan-bahan alam untuk menjaga keaslian dan identitas busana Dayak.
“Baju-baju itu saya modifikasi, biar dapat lebih menarik,” tuturnya.
Bahan-Bahan Asli Dari Alam
Kastulani mengatakan, bahan untuk membuat topi berasal dari bulu landak, kalung dari tanduk atau tulang rusa, dan sandal dari rotan asli.
Meski karya-karyanya banyak dilirik, Kastulani mengaku tidak pernah mau menjualnya. Baginya, setiap baju yang ia buat adalah koleksi pribadi, sebagai bentuk penghormatan pada leluhurnya.
“Baju-baju ini indentik dengan kain warna merah. Cuman dayak itu indentik dengan beberapa warna,” tambahnya.
Harapan Besar Untuk Majukan Warisan Budaya
Di tengah keterbatasan, Kastulani terus bermimpi besar. Ia berharap, bisa menciptakan lebih banyak desain baju khas Dayak dengan bentuk-bentuk baru yang lebih baik, sekaligus menjaga keaslian busana tradisional Dayak Kalimantan.
“Harapan saya ingin lagi membuat desain baju dayak dengan berbagai bentuk yang lebih bagus lagi dan terus menjaga baju tradisional adat dayak Kalimantan,” ujarnya penuh semangat.
Melalui tangan Kastulani, warisan budaya Dayak tetap hidup, tidak hanya sebagai simbol tradisi, tapi juga sebagai warisan yang terus berkembang mengikuti zaman. (Rob/Wan)