Kukar

Keluh Kesah Desa Enggelam, Soroti Pembangunan Infrastruktur Yang Tak Merata

259
×

Keluh Kesah Desa Enggelam, Soroti Pembangunan Infrastruktur Yang Tak Merata

Sebarkan artikel ini
Kondisi Jembatan Kayu di Desa Enggelam. (Roby Sugiarto/Times Kaltim)

Timeskaltim.com, Kukar – Kepala Desa (Kades) Enggelam, Mong mengungkapkan kekecewaannya terhadap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Kartanegara (Kukar). Akibat, kurangnya perhatian dalam segi sarana pembangunan. Ia mengklaim bahwa, wilayah yang dipimpinnya, kurang mendapatkan fasilitas yang memadai dari pemerintah daerah.

Salah satu permasalahan utamanya adalah kondisi jembatan di Lamin Pulut yang tak kunjung dibangun secara permanen. Ia menekankan, pentingnya pembangunan jembatan permanen di daerah tersebut. Dikarenakan, kondisi pasang surut sungai yang sulit diprediksi. Mirisnya lagi, berpotensi bakal merusak jembatan kayu yang menghubungkan akses jalan bagi warga Desa Enggelam.

Tak Cukup Membangun Jembatan Permanen

“Seperti saya kan minta jembatan Lamin Pulut secara permanen, bukan hanya jembatan kayu ulin biasa. Masak desa saya yang paling jauh tidak diperhatikan,” keluh Mong saat dihubungi Timeskaltim.com, pada Sabtu (15/06/2024).

Menurutnya, anggaran sebesar Rp 600 juta yang diberikan untuk pembangunan jembatan. Disebut masih belum mencukupi, untuk membangun sebuah jembatan permanen yang kokoh.

“Kalau hanya jembatan kayu maka akan diulang-ulang saja membangun jembatan seperti itu. Kenapa tidak dipermanenkan secara langsung saja,” keluhnya lagi.

Tak tanggung-tanggung, Kades Enggelam itu juga mengkritik, kinerja Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kukar, yang dianggapnya tidak memberikan bantuan yang cukup bagi wilayahnya.

“Sama saja dinas PU juga tidak ada membantu sama sekali, semenisasi atas jembatan satupun saja tidak ada,” ujarnya.

Selain itu, akses masuk menuju Dusun Ketiweh yang juga terbuat dari jembatan kayu sangatlah memprihatinkan. Banyak terlihat beberapa kayu yang sudah bolong dan rapuh. Menurut Mong, hal ini perlu mendapatkan perhatian khusus dari Pemkab Kukar. Mengingat, akses jalan tersebut merupakan sarana utama bagi warga setempat.

Sindir Dispora Hingga PU

Ia mengaku, bahwa telah sering mengajukan proposal ke Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kukar, terkait pembuatan fasilitas olahraga di Dusun Ketiweh, namun hingga saat ini belum ada realisasi.

“Satu pun tidak ada masuk sama sekali bantuan dari dinas pemuda, sudah berapa tahun ini,” ungkapnya dengan nada kecewa.

Ditambahnya lagi, Mong juga menyoroti, dari Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim), yang sudah dibuat namun belum berfungsi dengan baik.

“Airnya bisa jalan tapi tidak sesuai harapan warga,” jelasnya.

Ia menambahkan, bahwa selama dua tahun ini, desa tidak mendapatkan bantuan yang memadai, meskipun ada beberapa bantuan dari Dinas Kesehatan (Dinkes) dan Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) Kukar.

“Dua tahun ini saya tidak mendapatkan kebagian bantuan, memang dapat cuman itu tidak yang sesuai yang kita harapkan. Yang saya dapatkan bantuan dari dinas kesehatan seperti pusban dan long but untuk membantu warga yang sakit untuk dibawa berobat. Dari dinas peternakan juga saya dapat bibit babi,” tutupnya.

Pandangan Pengamat Ekonomi

Sementara itu, Akademisi sekaligus pakar Ekonomi asal Universitas Mulawarman (Unmul), Purwadi Purwoharsojo pun berpendapat, dengan APBD yang mencapai triliunan. Seharusnya, lanjut dia pembangunan infrastruktur dasar. Seperti, jalan dan jembatan menjadi prioritas utama di daerah sebutan Kota Raja itu.

“Dengan APBD yang sangat tinggi hingga mencapai triliunan, harusnya sih infrastruktur jalan (Kukar) itu nomor satu. Anggaran harus diprioritaskan ke arah sana,” tegas Purwadi.

Ia menambahkan bahwa, apabila pembangunan akses jalan dapat direalisasikan sesuai target yang ditentukan. Akan mendongkrak peningkatan ekonomi di daerah pedalaman. Salah satunya, Desa Enggelam.

“Kalau jalannya bagus, masyarakat bisa lebih produktif, semisal mendistribusikan hasil panen ke luar daerah.” katanya.

Purwadi juga menyoroti, ketidakseimbangan antara anggaran operasional dan gaji pegawai dengan kebutuhan dasar publik.

“Kita tahu uang perjalanan dinas Kukar cukup tinggi juga. Ketika biaya operasional, biaya gaji pegawai lebih tinggi, tapi kebutuhan dasar publik terabaikan, berarti pemerintah salah tempat atau salah prioritas,” kritiknya.

Terakhir, Purwadi menekankan, tugas dan fungsi pemerintah itu sebagai ujung tombak bagi masyarakat yang terbilang jauh dari perkotaan.

“Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas masyarakat,” pungkasnya. (Rob/Wan)