
TimesKaltim.com, Samarinda – Wacana deras penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden menjadi wacana yang terus digaungkan di publik.Usulan penundaan pemilu dimulai sejak Januari 2022, hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia dengan alasan survey kepuasan terhadap Presiden Jokowi mencapai 70%.
Selain Bahlil, isu ini juga digaungkan oleh tiga ketua umum partai koalisi antara lain PKB, Golkar, dan PAN. Dengan alasan pemulihan ekonomi akibat dua tahun stagnan akibat pandemic covid-19, menerima aspirasi dari kalangan petani di Kabupaten Siak, Riau terkait perpanjangan masa jabatan presiden, hingga alasan kondisi ekonomi yang belum stabil dan anggaran pemilu yang membengkak.
- Baca juga : Kisruh Tak Kunjung Usai, Sejumlah Lembaga Mahasiswa di Unmul Selenggarakan Kongres Luar Biasa
Padahal, melalui Keputusan KPU No. 21 Tahun 2022, memutuskan 14 Februari 2024 sebagai tanggal pelaksanaan pemilu. Hal tersebut juga kemudian di respon oleh Jokowi dengan mengatakan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan menjadi bagian dari demokrasi.
Hal ini jauh berbeda ketika tahun 2019 lalu justru merespon dengan mengatakan ingin menampar muka, cari muka, atau menjerumuskan. Dan menegaskan bahwa Jokowi tidak ada niat dan tidak berminat menjadi presiden tiga periode.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa (KM) Universitas Mulawarman (Unmul) Tahun 2022, Ikzan Nopardi menjelaskan bahwa narasi penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden sangat berbahaya dan tidak berdasar.
“Pertama, UUD NKRI 1945 telah mengatakan dengan tegas pada pasal 7 yaitu Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan,” terangnya dalam rilis BEM KM Unmul, Rabu (9/3/2022).
“Kedua, menciderai semangat demokrasi dan hadirnya kekuasaan yang absolut dan otoritarian, karena pemusatan kekuasaan jatuh kepada presiden. Apalagi dalam sistem presidensial, presiden tidak hanya bertindak sebagai kepala negara, namun juga sebagai kepala pemerintahan,” tambahnya.
Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa wacana penundaan pemilu ini merupakan bentuk pengkhianatan terhadap konstitusi hingga pada menciptakan iklim demokrasi yang tidak sehat sehingga Presiden harus tegas mengatakan menolak penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden ini untuk mencegah terjadinya potensi-potensi konflik di kemudian hari. (Aji).