NasionalPolitik

Ajak Masyarakat Andil Dalam Monitoring Pemilu, GUSDURian Perkenalkan Platform Ini

561
×

Ajak Masyarakat Andil Dalam Monitoring Pemilu, GUSDURian Perkenalkan Platform Ini

Sebarkan artikel ini
Teks Foto: Platfrom web Gardu.net.(Dok)

Timeskaltim.com, Jakarta – Jaringan GUSDURian merespons Pemilu 2024 dengan meluncurkan situs gardu.net pada Senin (7/1/2024). Bertujuan untuk mendukung pemilu yang jujur, damai, adil, dan bermartabat, gardu.net menjadi inisiatif dalam memastikan kelancaran dan keadilan dalam proses demokrasi.

“Gardu Pemilu memiliki tiga fungsi, sebagai pendidikan politik dan demokrasi, monitoring pemilu di tingkat nasional dan daerah, serta konsolidasi masyarakat sipil untuk mengawal pemilu yang jujur, adil, damai, dan bermartabat,” ujar Koordinator Gardu Pemilu Jay Akhmad  dalam keterangan resminya pada Rabu (10/1/2024)

Menurut Jay, saat ini, sudah ada 69 titik gardu yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, dan jumlah ini terus bertambah.

Dalam peluncuran secara daring, Jay menegaskan bahwa GUSDURian adalah organisasi masyarakat sipil yang tidak memiliki agenda politik elektoral.

“Jika ada orang membawa nama GUSDURian untuk mendukung calon tertentu, bisa dipastikan itu bukan bagian dari jaringan kami,” tegasnya.

Sementara itu, Direktur Jaringan GUSDURian Alissa Wahid menyebut bahwa pemilu tahun ini sangat menentukan arah bangsa ke depan. Terlebih setelah lembaga Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan yang terbukti melanggar kode etik berat.

Kehadiran masyarakat sipil dalam mengawal proses demokrasi sangat penting sebagaimana dilakukan oleh Gus Dur di masa lalu. Di masa Orde Baru, Gus Dur menjadi salah satu tokoh yang melawan otoritarianisme dan segala bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh negara.

Gus Dur pula yang kemudian memperkuat fondasi demokrasi di Indonesia mulai era reformasi hingga saat menjadi presiden.

“Pada masa Orde Baru dulu, kenapa Gus Dur menjadi salah satu champion demokrasi? Karena saat itu tantangan demokrasi benar-benar besar. Presiden Soeharto kemudian menggunakan pendekatan yang represif dengan menjadikan militer sebagai alat kekuasaan. Salah satunya dalam pembangunan Waduk Kedungombo di Jawa Tengah,” jelas Alissa.

Ia melanjutkan bahwa saat itu Gus Dur mengaktivasi para pemuka agama lintas iman untuk melakukan konsolidasi masyarakat sipil, yang kemudian menjadi sebuah gerakan besar dan membuat Gus Dur dan Romo Mangun dianggap melawan pemerintah.

Alissa juga mengingatkan bahwa persoalan di pilpres kali ini jauh lebih dalam dan fundamental dibanding pertengkaran antara pendukung paslon.

Menurutnya, hal ini tidak terlepas dari kuatnya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang terjadi di Indonesia belakangan ini. Tantangan inilah yang kemudian menjadi panggilan Jaringan GUSDURian sebagai gerakan masyarakat sipil untuk bertindak mengawal demokrasi.

“Hari ini telah terjadi perusakan dalam fondasi demokrasi kita, yang membuat infrastruktur demokrasi itu sendiri tidak bisa lagi kita andalkan sebagaimana mestinya. Kita sebagai Jaringan GUSDURian sebetulnya saat ini sedang berhadapan dengan situasi di mana kita dituntut untuk meneladani dan mengimplementasikan kembali apa yang dulu dilakukan oleh Gus Dur. Saat ini kita sedang mengalaminya,” pungkasnya.(Wan)