Timeskaltim.com, Samarinda – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kalimantan Timur menerima kunjungan kerja dari Lembaga Sensor Film Republik Indonesia (LSF RI) dalam rangka memperkuat sinergi pengawasan terhadap konten film dan iklan di ruang penyiaran, terutama di tengah derasnya arus siaran digital.
Pertemuan yang berlangsung pada Rabu (25/6) di ruang utama KPID Kaltim ini dipimpin langsung oleh Wakil Ketua KPID Kaltim, Hajaturamsyah, bersama jajaran komisioner. Dari pihak LSF RI hadir Ketua Subkomisi Hubungan Antar Lembaga, Imam Syafei, bersama timnya.
Dalam forum tersebut, LSF RI memaparkan mandat dan peran strategisnya sebagaimana diatur dalam UU No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman. Imam Syafei mengungkapkan bahwa hingga kini LSF telah menangani lebih dari 41.000 konten film dan iklan film yang harus melalui proses sensor sebelum ditayangkan ke publik.
“Selain penyensoran, kami juga menjalankan program Gerakan Nasional Sensor Mandiri untuk mendorong kesadaran dari pelaku industri dan masyarakat agar lebih selektif terhadap konten yang beredar,” terang Imam.
Menanggapi hal itu, Ketua KPID Kaltim Irwansyah menyambut baik kunjungan dan ajakan kolaborasi tersebut. Ia menilai, penguatan kerja sama antara KPID dan LSF menjadi sangat penting, terutama dalam memastikan konten film yang ditayangkan di lembaga penyiaran telah melewati proses sensor resmi.
“Kami berharap sinergi ini bisa memperkuat pengawasan terhadap tayangan yang belum melalui proses sensor, apalagi di era siaran digital saat ini yang tidak mudah dikendalikan,” ujarnya.
Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran (PIS) KPID Kaltim, Adji Novita Wida Vantina, turut menyoroti pentingnya kepatuhan TV lokal dalam menayangkan iklan sesuai ketentuan yang berlaku. Sementara itu, Koordinator Pengawasan dan Kerja Sama Penyiaran (PKSP), Dedy Pratama, mengungkap tantangan pengawasan geografis di Kalimantan Timur yang begitu luas.
“Kami memang masih terbatas, baru mampu menjangkau area seperti Samarinda dan Balikpapan. Ini tentu menjadi tantangan tersendiri dalam pengawasan siaran di daerah-daerah pelosok,” kata Dedy.
Isu serius juga disampaikan Anggota KPID Kaltim, Hendro Prasetyo. Ia mengungkapkan kekhawatiran terhadap maraknya Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) yang diduga menayangkan film tanpa melewati proses sensor resmi. Bahkan, ditemukan indikasi keberadaan LPB ilegal yang telah dilaporkan ke aparat penegak hukum.
Sebagai penutup, kedua lembaga menyepakati pentingnya pelaksanaan aksi nyata ke depan, seperti kampanye edukatif ke masyarakat, pelatihan untuk lembaga penyiaran, serta peningkatan sistem pengawasan konten digital.
Dengan kolaborasi ini, diharapkan masyarakat Kalimantan Timur dapat menikmati tayangan yang tidak hanya menghibur, tetapi juga aman, berkualitas, dan sesuai dengan norma sensor nasional. (Adv)














