Tirtonegoro Foundation, Teraksara, dan Naladwipa berkolaborasi menggelar Diskusi Publik terkait pendidikan di Indonesia.(Ist)
Timeskaltim.com, Samarinda – Tirtonegoro Foundation, Teraksara, dan Naladwipa berkolaborasi menggelar Diskusi Publik di Rumah Seni dan Budaya, Sabtu (8/4/2023) malam.
Bertemakan “Pendidikan di Ambang Batas Kemanusiaan” ini, dihadiri berbagai narsumber yang berkompeten di bidangnya. Diantaranya, Perwakilan Naladwipa, Saifullah Fadli bersama Teraksara, Endry Sulistyo. Kemudian, Anggota Tirtonegoro Fondation, M Reza Mazkuri dan Rahmatiana AN.
Endry Sulistyo menilik, pendidikan anak tak hanya ditopang melalui bangku lembaga pendidikan atau sekolah. Melainkan, juga perlu adanya pendampingan terhadap orang tua. Kata dia, keberhasilan kualitas pendidikan si buah hati. Juga ditopang melalui dukungan orang tua. Ketika anak berada di rumah.
“Sekolah bukan satu-satunya penentu masa depan anak. Bahkan, sekolah favorit tidak menentukan dari keunggulannya,” singgungnya.
Kemudian, Saifullah Fadli juga berpendapat, ada kesalahan kaprah, terhadap pengertian belajar yang juga disamakan dengan bangku sekolah. Lanjut dia, belajar adalah proses transfer ilmu dari guru ke murid yang bisa dilakukan di mana pun.
“Belajar adalah proses seumur hidup, berbeda dengan sekolah yang hanya 12 tahun,” urainya.
Sementara itu, Anggota Tirtonegoro Fondation, M Reza Mazkuri menjelaskan, pendidikan yang memanusiakan manusia adalah pendidikan yang beorientasi terhadap pengembangan ruang bagi seorang anak.
“Banyak sekali contoh sekolah/lembaga pendidikan yang melabeli sekolahnya sebagai sekolah yang peduli kaum marginal. Tentunya, dengan embel-embel sekolah yang dilabeli tidak dipungut biaya. Tetapi ujung-ujungnya tetap membayar juga,” tutupnya.
Acara tersebut turut diramaikan sejumlah mahasiswa dan Organisasi Kepemudaan (OKP) yang hadir untuk menuangkan dialektikanya pada giat tersebut.(Wan)