Teks Foto: Aliansi Mahakam lakukan aksi demontrasi di depan kantor Gubernur Kaltim. (Hafif Nikolas/Times Kaltim)
Timeskaltim.com, Samarinda – Ratusan mahasiswa dan masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Kaltim Menggugat (Mahakam) melakukan aksi demontrasi di depan kantor Gubernur Kaltim, Pada Senin (23/10/2023) kemarin.
Dengan membawa 10 tuntutan, dari isu nasional hingga daerah. Ribuan peserta aksi memadati jalan gajah mada tepatnya di depan pintu masuk Kantor Gubernur Kaltim. Hingga pukul 14.30 WITA.
Massa aksi juga membawa tuntutan utama. Yakni, evaluasi sembilan tahun masa kepemimpinan presiden Jokowi. Bergantian para mahasiswa dan masyarakat, menyuarakan aspirasi dengan menggunakan pengeras suara.
Bukan hanya mengevaluasi kinerja presiden. Aliansi Mahakam juga menyoroti isu-isu yang ada di Provinsi Kaltim.
“Sekarang situasi Indonesia tidak baik-baik saja, belum lagi isu daerah tambang ilegal yang banyak menelan korban. Tambah dengan situasi politik yang mulai tidak sehat bagi demokrasi bangsa,” ujar Humas Aksi, Maulana, pada Senin (23/10/2023).
Aliansi Mahakam Kaltim Menggugat hanya menyampaikan aspirasi mereka. Agar masyarakat mengetahui gentingnya kondisi bangsa Indonesia saat ini.
Maulana menambahkan, pihaknya tidak ingin beraudiensi kepada pejabat Gubernur Kaltim. Karena ingin menjaga kemurnian perjuangan yang dilakukan oleh ratusan peserta aksi.
Dalam aksinya, massa mahasiswa melakukan evaluasi 9 tahun kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Kendati demikian, para mahasiswa juga mengutarakan menolak adanya dinasti politik antara Presiden Joko Widodo dan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka yang maju mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024 mendatang.
Maulana menambahkan, setelah Presiden Jokowi menjabat selama 2 periode dari tahun 2014-2019 kemudian 2019-2024, belum banyak permasalahan yang mampu diselesaikan.
“Mulai dari pelanggaran HAM yang tak kunjung terselesaikan, dan beberapa kebijakan yang dilahirkan baik dari Presiden maupun pemerintah masih menjadi keresahan masyarakat bersama,” ucap Maulana.
Diketahui, masyarakat Indonesia sangat dikagetkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menggelar sidang putusan uji materiil Pasal 169 huruf Q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di ruang sidang pleno, Gedung MK, Jakarta.
“Polemik batas usia calon presiden dan calon wakil presiden berakhir dengan diputusnya, dalam putusan MK mengabulkan sebagian permohonan yang menguji Pasal 169 huruf Q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum,” katanya.
Maulana menyatakan, sebelumnya dalam Pasal 169 huruf Q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menyatakan, syarat usia para wakil presiden berusia paling rendah 40 tahun, apabila ini diturunkan tentu bertentangan dengan UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
“Kemudian, pada pasal tersebut selengkapnya diputuskan MK berbunyi, berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah,” sebutnya.
Kata dia lagi, akan terus melakukan aksi demonstrasi. Hingga, rezim kepimpinan Jokowi RI tak memberikan efek buruk bagi kesehatan demokrasi Indonesia.
“Kami membatasi segala audiensi dengan para pemangku kepentingan,” pungkasnya. (Nik/Wan)