Hukum & PeristiwaSamarinda

Fakta Tragis di Balik Candaan KPPS, 849 Petugas Meninggal Karena Kelelahan Pada 2019 Lalu

208
×

Fakta Tragis di Balik Candaan KPPS, 849 Petugas Meninggal Karena Kelelahan Pada 2019 Lalu

Sebarkan artikel ini

Ilustrasi Pelantikan Anggota KPPS di Indonesia. (Ist.)

Timeskaltim.com, Samarinda – Belakangan ini, media sosial tengah diramaikan dengan beragam unggahan tentang narasi petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang dianggap seperti pegawai negeri sipil (PNS) ataupun abdi negara. Narasi tersebut mencuat usai pelantikan anggota KPPS pada Kamis lalu (25/1/2024).

Dalam fenomena candaan tersebut, Sosiolog Universitas Mulawarman, Sri Murliyanti menilai, candaan KPPS yang disamakan dengan PNS atau abdi negara merupakan hal yang wajar.

Sebab, kata Sri, saat ini masyarakat tengah dihadapkan dengan sulitnya mendapatkan pekerjaan yang layak, pengangguran tinggi, sementara kebutuhan pokok melonjak naik tidak terkendali.

“Situasi kesulitan ini membuat posisi KPPS menjadi tampak prestisius. Padahal, bayaran satu juta untuk beban kerja yang cukup berat jadi ya wajar saja. Terlebih beratnya secara fisik dan psikis, tekanan dari mana-mana karena kepentingan kelompok yang bertarung di Pemilu,” ujarnya kepada Timeskaltim.com, Rabu (1/2/2024).

Kendati demikian, Akademisi Fisip Unmul ini mengungkapkan, bisa jadi candaan yang dilontarkan bukan hanya sekadar penyemangat bagi para anggota KPPS, melainkan bentuk sindiran berbau satire kepada para penguasa dan pihak yang bertarung di masa pemilu.

Diketahui, satire adalah model bahasa lain untuk menyampaikan pesan tentang harapan, kritik ataupun kekecewaan masyarakat. Meskipun, kurang nyaman didengar, gerakan candaan model satire tersebut termasuk bagian dari cara berkomunikasi, serta bisa dianggap sosial kontrol dari masyarakat.

Candaan terkait petugas KPPS yang kini viral.
Candaan terkait petugas KPPS yang kini viral.

“Kalau mau menyampaiakan aspirasi formal, bertele-tele proseduralnya. Saya kira tidak perlu menggunakan terminologi normal atau abnormal, dimaknai saja bahwa ada model-model komunikasi beragam yang digunakan masyarakat untuk menyampaikan aspirasi,” jelasnya.

Senada dengan Sri Murlianti, Ketua KPU Kota Samarinda, Firman Hidayat menyampaikan bahwa fenomena candaan tersebut merupakan bentuk ekspresi atau penyemangat kerja bagi anggota KPPS.

Hal ini, lanjut Firman diyakini sebagai motivasi bahwa petugas KPPS itu sebagai abdi negara karena berkontribusi atas perjalanan Pemilu atau demokrasi di Indonesia.

“Itukan bagus aja, ambil nilai positifnya, bagi rekan-rekan penyelenggara Pemilu sebagai abdi negara itu bagian dari penyemangat kerja. Meskipun sebulan, tetapi kontribusinya luar biasa, nartinya jangan dipandang sebelah mata, karena KPPS ini ujung tombak demokrasi Indonesia,” sebutnya.

Sebagai informasi, pada Pemilu tahun 2019 silam, sebanyak 849 petugas KPPS dinyatakan meninggal dunia dalam menjalankan tugasnya, 3 diantaranya merupakan petugas KPPS di Kota Samarinda . Penyebab kematian tersebut diketahui karena faktor kelelahan akibat pekerjaan yang berat.

Hal itu yang kemudian menjadi refleksi untuk tahun 2024 ini, agar tidak ada lagi kesalahan dan system kerja yang berat dan melelahkan terjadi pada tahun ini.

“Ada tiga anggota KPPS di Samarinda yang meninggal, ketiganya itu ada sakitnya, ada tinjauan medisnya, ada diagnosanya. Kami dari KPU sudah mengusulkan pengadaan print scan, dan fotocopy di TPS, jadi tidak adalagi yang menulis manual satu-satu dan cukup untuk menyingkat waktu,” tambahnya.

Pihaknya juga telah mengantisipasi kemungkinan negatif yang akan terjadi melalui mitigasi. Mulai dari perekrutan, penerbitan surat kesehatan, skrining kesehatan bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

Selain itu, pihaknya juga menyiapkan konsumsi bagi para anggota KPPS guna terjaga gizi dan kalorinya dalam beraktivitas. Pihaknya juga menghindari peserta yang memiliki riwayat penyakit komorbid, terlebih komorbid akut.

Harapannya, semua anggota KPPS yang sudah bergabung se-Kota Samarinda bisa menjalankan tugas dengan baik, bisa memegang erat prinsip pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

“Jangan sampai ada yang mengeluh karena pelayanan di TPS kota Samarinda tidak maksimal. Semua harus diperlakukan sama senyaman mungkin sehingga bisa berjalan dengan baik,” tutup Firman. (Bey)